Sabtu, 01 Mei 2010

Don't Give Up

Kini perlahan mentari telah kembali ke peraduannya. Suara azan yang mengalun lembut membangunkan Linda dari tidurnya. Tapi tubuh itu tak juga berjalan mengambil air suci untuk mengikuti panggilan ilahi saat itu. Yang ada hanya gerakan tangan Linda yang menarik selimut menutupi kepalanya seolah ia tak mendengar suara azan pagi itu.

” Non, bangun non. Solat subuh dulu.” ucap Bi Inah membangunkan Linda. Tapi tubuh itu tidak juga berkutik dari tempatnya. Karena tidak ada respon sama sekali Bi Inah membuka gordin kamar Linda, karena pembantu itu tahu itulah cara jitu untuk membangunkan putri majikannya yang satu ini. Kini cahaya mentari yang sedari tadi bersembunyi di balik gordin menyeruak masuk ke dalam ruangan itu.

”BIBII !! TUTUP LAGII,, SILAUUU” teriak linda spontan.

”Sholat subuh non, sebentar lagi dhuha”

“Iya,, iya” sahut Linda ogah-ogahan. Kini ia berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan segera melaksanakan kewajibannya saat itu.

Setelah semua rutinitas pagi selesai ia lakukan, Linda segera menuju ruang makan untuk menemui seluruh anggota keluarga yang telah menunggunya di sana.

“Linda, Linda, kenapa kamu selalu kayak gini setiap pagi? Gimana besok masa depanmu kalau setiap pagi harus dibangunin Bi Inah terus? Lihat kakakmu. Dia nggak pernah terlambat subuhan, bahkan kakakmulah yang bangunin mama dan papa buat sholat subuh berjamaah” ucap mama mengawali pembicaraan pagi itu.

”Sudah ma, Kasihan Linda.”sahut Tia kakak Linda.

”Kamu salah Tia. Adikmu itu memang harus dinasehatin setiap hari buat ngerubah kelakuannya itu. Coba dia kayak kamu yang selalu dapet peringkat satu dikelas, sholihah, berprestasi. Pasti papa dan mama nggak akan nasehatin Linda setiap pagi.” tambah papa.

Hati Linda saat itu seperti ditusuk-tusuk jarum. Sakiit, itulah yang dirasakan Linda saat itu. Bahkan gigitan roti yang bersinggah di mulutnya tak kuasa ia telan. Ingin lari rasanya saat itu. Tapi hati kecil Linda menyuruhnya untuk tetap di tempat dan mendengarkan semua perkataan-perkataan yang menyakitkan baginya.

”Subhanallah, ma, pa kita berangkat dulu nanti terlambat. Sudah jam setengah tujuh, harus cepet-cepet.”ucap Tia sembari mengambil tasnya yang digantungkan di kursi.

”Ayo Linda!”tambah Tia yang segera menjabat kedua tangan orang tuanya dan segera berhambur ke luar. Dan Linda mengikuti di belakangnya dengan wajah tidak seperti sang kakak yang ceria.

Seperti biasa mereka berdua selalu berangkat sekolah berdua dengan mengendarai mobil silver milik Tia tentunya. Dan seperti biasa pula, tak ada percakapan diantara mereka. Karena Linda lebih memilih diam dan tak mengatakan sepatah katapun pada Miss Perfect yang duduk di kursi pengemudi.

Mobil silver itu melaju kencang, kurang dari sepuluh menit mobil itu sudah berada di halaman sekolah Linda.

”Pulang seperti biasa.”ucap Linda mengawali dan mengakhiri percakapan pagi hari itu.

”Ok”sahut Tia yang segera meninggalkan halaman sekolah Linda dengan mobil silver pemberian papa.

”Huuf,,”desah Linda

”Bisakah sehari saja aku mendapatkan kebahagiaan. Kenapa aku selalu dibeda-bedakan sama kak Tia ? sesempurna apakah dia dimata mama dan papa sampai seakan-akan dia adalah primadona di rumah ? Sedangkan aku adalah cinderella yang selalu memakai pakaian lusuh dan mendapat cacian dari kedua saudara tirinya. Sekurang itukah aku ?” batin Linda

”Terkadang aku berfikir apa yang harus aku lakukan untuk menyenangkan kedua orang tuaku. Padahal selama ini aku selalu masuk peringkat tiga besar di kelas. Tapi tetap saja papa dan mama tak pernah memujiku seperti kak Tia yang selalu dapat peringkat satu di sekolahnya. Apa yang harus aku lakukan untuk mereka agar mereka bangga memiliki anak sepertiku ? Apakah aku harus merubah total semua sifatku ini?? Hmm, mungkin itu jawabannya. Tapi itu hal yang susah buat dilakuin. Tapi kalau belum dicoba enggak akan tahu hasilnya.” tambah Linda sembari berjalan menuju ruang kelas.

Suasana kelas sangat berisik saat Linda memasukinya. Tapi tak ada satupun yang menyambut Linda. Bahkan ucapan salam Lindapun diabaikan seperti hari-hari biyasa. Yah, memang Linda tidak memiliki teman akrab seperti Tia. Karena ia termasuk murid pendiam di kelasnya dan karena sifatnya itu sedikit sekali anak kelas Linda yang mau mendekatinya. Diluar dugaan Linda, ternyata tidak semua anak-anak kelasnya mengabaikannya. Tanpa sepengetahuan Linda, ternyata selama ini ada seorang keturunan Adam selalu menjawab salam Linda saat ia memasuki kelas. Dia adalah Hindi, ketua rohis di sekolah Linda yang selalu memperhatikan kerutan di wajah Linda yang tak pernah hilang.

****

Seperti hari biyasa, suara azan mengalun pagi itu. Tapi, kini perubahan besar terjadi pada sesosok tubuh yang biasanya menarik kembali selimutnya. Sesosok tubuh itu segera menyibakkan selimutnya dan bangkit dari singgasana malamnya. Sosok tubuh itu adalah Linda. Ia segera mengambil air wudhu dan segera keluar kamar untuk membangunkan seluruh isi rumah itu untuk melihat perubahan pada gaya hidupnya. Dan yang lebih menggembirakan lagi ternyata Tia belum bangun saat Linda memasuki kamar Tia untuk membangunkannya.

Kini Linda memulai harinya dengan senyuman menyungging di bibirnya.

”ternyata ini rahasia kak Tia yang selalu tersenyum di pagi hari. Hmm, ternyata bangun pagi memang mengasyikkan” batin Linda

Seperti biasa anggota keluarga Linda berkumpul di ruang makan untuk sarapan pagi. Dan saat itu Linda berharap kata-kata pujian keluar dari bibir kedua orang tuanya.

”Pagi yang melelahkan. Seperti dibangunkan monster pagi dengan suaranya yang menggelagar.”ucap mama.

”Benar, papa juga ngerasa kayak gitu. Tapi ternyata itu suara Linda. Padahal papa berharap suara merdu Tia yang membangunkan papa pagi ini.” tambah papa.

Glek,,, harapan akan pujian itu lenyap seketika bersamaan dengan tertelannya sepotong roti di mulut Linda. Rasa sakit itu kembali menyerangnya lagi. Dan bendungan air mata Linda saat itu seakan tak kuasa lagi membendung air mata yang selama ini ia tahan agar tidak keluar. Tapi, hati kecil Linda terus berusaha untuk tidak menangis dan meredakan amarah yang sedang Linda rasakan.

”Masih kurang apa lagi?”batin Linda.

****

”Aku tahu semua manusia di bumi pasti berhak memperoleh kebahagian walaupun hanya sekejap mata. Dan aku juga tahu tuhanku adalah tuhan yang mempunyai asmaul husna yang berjumlah 99. dan dengan sifatNya yang sangatlah banyak tak akan mungkin Ia menelantarkan hambanya. Mungkin saat ini belum takdirku untuk memperoleh kebahagian yang Ia janjikan.” batin Linda.

Di tengah lamunannya Linda mengambil note bok yang tak jauh darinya. Semua yang Linda rasakan saat itu, ia tuliskan semua di dalam komputer mini berwarna hijau miliknya.

Angin kini telah menjadi saksi akan segala kejadian yang selama ini terjadi.

”Apa kalian tahu? luka yang dulu kalian tanam kini masih berbekas di hatiku. Bahkan kini luka itu semakin melebar dan menutupi hati kecilku. Seakan aku ingin teriak sekeras yang aku bisa sampai semua luka yang ku rasa ini hilang. Tapi kenapa?? Kenapa semua luka itu tak juga pergi dari hati ku ini? Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku mengikutinya? Mengikuti hawa nafsu yang selama ini ku pendam. Haruskah aku mengikutinya? Meski ku tahu akan ada banyak orang yang akan mengataiku berego besar, tapi itu semua eggak akan berpengaruh sama sekali dalam hidupku. Toh dari dulu mereka juga enggak pernah kasih perhatian ke aku. Buat apa aku bersifa baik dan nurutin semua perkataan mereka?

Kini keputusan ku bulat. Aku akan mengubah semua kepribadianku saat ini. Biarlah semua yang aku rasakan aku lampiaskan. Karena kalian nggak pernah merasakan hidup yang diselimuti dengan kekelabuan. Dan aku ingin mengatakan pada kalian semua kalau aku bukanlah orang yang tidak memiliki prinsip hidup.”

Tapi, saat Linda akan melampiaskan semua yang ia rasakan, hanya derai air matalah yang dapat menggambarkan perasaannya saat itu.

Kini hampir setiap harinya Linda menuliskan semua kisah hidupnya di dalam komputer mini itu. Tak terasa ulisan itu semakin lama semakin banyak, bahkan mencapai ratusan lembar. Dan itu membuat Linda kewalahan saat akan membaca ulang semua tulisan. Tapi setiap kali Linda ingin mengulang untuk membacanya dari awal, keinginan itu hilang dengan sendirinya saat Lnda membaca alenia pertama

”Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan? Hamba tahu semua manusia sama di mata Engkau. Tapi, mengapa sepatah kata pujian tak juga keluar dari bibir kedua orang tua hamba? apakah salah hamba? Mengapa kebahagiaan tak penah berpihak padaku? Kenapa selalu kak Tia?”tangis Linda dalam sholat malamnya.


--------------------------------------------------------------------------------


Dug,, dug,, dug,,. Jantung Linda berdebar sangat kencang saat itu. Tiba-tiba pandangan Linda semakin lama semakin kabur dan gelap.

****

Di ruangan serba putih, Linda tetidur cantik di atas tempat tidur rumah sakit. Di sampingngnya terdengar suara isak tangis bi Inem. Bibi yang selama ini mengasuh dan memperhatikannya tanpa Linda sadari. Sedangkan kedua orang tua Linda berjalan kesana kemari menelfon anggota keluarga untuk mengabarkan berita kematian anaknya. Namun tak ada setetes air matapun yang membasahi mata mereka.

Suasana berubah seketika saat Tia memasuki ruangan itu dengan air mata yang membanjiri kedua matanya. Komputer mini milik Linda terseli di antara kedu tangannya. Ia memperlihatkan semua tulisan yang selama ini menjadi curahan hati Linda. Entah dangan sengaja atau tidak, kini derai air mata terlihat dari wajah kedua orang tua itu.

Sebulan setelah kematian Linda. Novel dengan judul ”Tangisan Linda” menjadi novel best seller di kalangan remaja. Orang tua Linda sengaja memasukkan tulisan Linda ke sebuah penerbit yang tanpa mereka duga tulisan anak yang tak pernah mendapat pujian dari mereka dapat menjadi novel faforit dikalangan anak seusianya.

”Linda mungkin inilah yang hanya bisa kami lakukan untukmu sebagai rasa sayang kami kepadamu. Semoga kamu lebih memperoleh kebahagiaan abadi, sebagai pengganti kebahagiaan yang bersifat sementara di dunia ini.”

GANBATTE !!

Kobaran semangat itu kan terus berkobar dalam diri ini
meskipun banyak sekali rintangan yang semakin terjang menghadangku di depan sana
tapi, diri ini takkan berhenti sebelum tujuan itu tercapai
aku tahu semangatku saat ini sedang membara
namun mengapa tak da seorangpun yang mau menjadi tempat untuk aku curahkan semua kesah yang ku rasakan?
hmm,, mungkin saat ini blum waktunya untuk menemukan tempat untuk mencurahkan segala kesah
Teruslah Berjuang untuk diriku yang menantikan teman perjuangan

Angan

Perkara itu selalu membayang
Menghantui di setiap angan yang malang
Kini ku mulai tersadar
Di dalam kegelapan angan yang membentang
Kini hati kecil ku mulai menyeruak meninggalkan angan
Angan kegelapan yang penuh tangisan
Menemui sebuah jalan kebenaran
Dimana ku dapatkan sebuah cahaya benderang